- Beberapa tahun terakhir, AI (Artificial Intelligent) menjadi banyak perhatian. KBBI mendefinisikan AI sebagai ‘program komputer dalam meniru kecerdasan manusia, seperti mengambil keputusan, menyediakan dasar penalaran, dan karakteristik manusia lainnya. Dengan kecanggihan definisi tersebut, seolah AI bisa mengambil alih kemampuan manusia.
Di level pemerintahan, Wakil Presiden Gibran Rakabuming bahkan mendorong sekolah-sekolah untuk membuat mata pelajaran AI masuk ke dalam kurikulum sekolah mulai dari SD sampai SMA (Kompas.com, 03 Mei 2025). Ini setidaknya menggambarkan betapa AI bagi negara memiliki urgensi tinggi untuk dipelajari oleh semua orang. Tujuannya untuk membangun mimpi bagaimana AI membentuk SDM bangsa Indonesia yang berkualitas dan berdaya saing.
Pertanyaan kritis yang mungkin bisa diajukan dalam melihat masalah ini adalah, betulkah kita sudah siap sebagai bangsa untuk mengimplementasikan AI? Visi pemerintah mendorong agar AI dijadikan materi pelajaran sekolah adalah solusi yang sudah tepat?
Antara Kemajuan dan Realitas Kesiapan
Kemajuan AI adalah suatu yang tidak bisa dibendung, dan kita dituntut untuk bisa beradaptasi dengan teknologi ini. Sementara, di sisi lain ada realitas yang masih menjadi keprihatinan kita soal rendahnya kemampuan literasi di negara kita.
Menjawab tantangan literasi selalu tidak mudah. Hal yang barangkali sudah sering kita dengar bahwa menurut data UNESCO, Indonesia berada urutan kedua dari bawah soal literasi dunia. Artinya, baca masyarakat Indonesia sangat memprihatinkan, hanya 0,001%.
Sementara, ketika berbicara tentang AI, teknologi ini akan bekerja sesuai dengan perintah atau prompt pengguna. Oleh karenanya, kemampuan membuat prompt adalah hal yang paling krusial bagaimana seseorang akan mengoperasikan AI ini secara optimal atau hanya sekadar perintah tanpa isi.
Literasi adalah Pondasi
Kemampuan membuat prompt secara kreatif dan kritis hanya mutlak bisa dilakukan oleh mereka yang memiliki basis literasi yang baik, terutama kebiasaan membaca dan menulis. Dua kegiatan tersebut adalah fondasi yang membangun kemampuan berpikir kritis, pemahaman, pengetahuan, dan keterampilan komunikasi yang luas.
Membaca akan memperluas wawasan dan mengembangkan pemahaman. Sedangkan menulis akan membantu seseorang mengorganisir ide, mengkomunikasikan pemikiran secara efektif, dan memperkuat kemampuan berpikir analitis.
Oleh karena itu, pemerintah mustinya terus mendorong penguatan literasi sebagai budaya dan bagian dari keseharian kita. Keinginan pemerintah dalam mendorong pembelajaran AI tanpa diiringi dengan kemauan kuat memprioritaskan literasi, hanya akan menjadi ilusi dan angan-angan tanpa arti.







0 komentar:
Posting Komentar