Welcome di Mentari Sago, kumpulan artikel pendidikan dan sastra baik berupa cerpen, puisi dan lain-lain

Rabu, 08 Oktober 2025

Menakar Literasi untuk Indonesia Emas 2045

 




Literasi dewasa ini di Indonesia masih menjadi topik yang selalu dibincangkan. Sebetulnya ada apa dengan literasi di negara kita? Jika kita membaca data buta aksara Indonesia tahun 2024 ini, hanya tinggal 1% lebih masyarakat yang masih buta huruf. Namun kenapa hasil PISA masih menunjukkan literasi Indonesia pada peringkat yang belum menggembirakan.

Tahun 2045, Indonesia mencanangkan sebagai Indonesia emas. Yang artinya tepat seratus tahun Indonesia merdeka, melalui Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional Republik Indonesia berharap kita menjadi negara maju. Maju dari segala sisi, termasuk dalam kualitas sumber daya manusianya. Salah satunya adalah kemampuan literasi masyarakatnya. Bahkan Kementerian Pendidikan Dasar dan Menengah juga menjadikan literasi sebagai salah satu program unggulan untuk 5 tahun ke depan.




Berbagai upaya dalam meningkatkan literasi terus dilakukan. Agar masyarakat Indonesia menjadi masyarakat yang literat. Kolaborasi antara lingkungan keluarga, lingkungan sekolah, dan lingkungan masyarakat harus kita perkuat. Terutama dalam menyatukan persepsi tentang peningkatan literasi itu sendiri. Supaya tiga lingkungan ini sejalan dan dapat secara signifikan untuk mewujudkan masyarakat yang literat sejak dini.

Berbagai literatur menjelaskan pada kita tentang bagaimana menakar literasi suatu masyarakat. Secara nasional di satuan pendidikan, melalui Asesmen Nasional Berbasis Komputer (ANBK) yang dilaksanakan sekali dalam setahun, di semua tingkat pendidikan. Hasil dari ANBK akan diberikan pada rapor satuan pendidikan. Secara internasional melalui PISA. Hasil-hasil dari semua asesmen yang ada, dapat menjadi cermin bagi kita untuk melakukan evaluasi diri dan melakukan tidak lanjut.

Beragam teori bisa kita jadikan referensi untuk meningkatkan literasi di lingkungan keluarga, sekolah, dan masyarakat. Dapat kita ambil kesimpulannya, bahwa upaya meningkatkan literasi itu dengan tiga tahap. Yaitu enlighment, enrichment, dan empowerment.

Pertama enlighment atau mencerahkan. Pada tahap ini yang menjadi fokus kita adalah upaya dalam menjadikan setiap orang mempunyai keterampilan membaca atau pandai baca tulis. Tentu hal ini sudah banyak kita lakukan, mulai dari jenjang sekolah dasar bahkan dari pendidikan anak usia dini, kita sudah memperkenalkan huruf, merangkai huruf menjadi suku kata, hingga menggabungkan suku kata menjadi kata yang memiliki makna. Selain itu kita juga sudah mengajari anak-anak untuk mampu menulis sesuai dengan kaidah. 

Dengan tingkat kemampuan baca tulis masyarakat Indonesia yang terus meningkat, karena program pengentasan buta huruf yang masif. Namun kita tidak boleh puas hanya sampai di sini. Perlu kita serius pada tingkat berikutnya.

Kedua enrichment atau memperkaya. Dalam hal ini yang dimaksud memperkaya adalah memperkaya wawasan. Tidak sedikit anak-anak kita saat ini yang sudah mampu membaca teks bacaan yang diberikan, tapi mereka tidak mengerti dengan isi bacaan tersebut. Hal ini tentu perlu menjadi perhatian kita bersama. Ada beberapa hal yang dapat kita lakukan seperti, meminta anak untuk menceritakan kembali secara lisan tentang isi teks yang mereka baca. Menjawab pertanyaan terkait isi teks yang mereka baca. Atau membuat ringkasan dari teks tersebut. Banyak hal yang dapat kita perbuat untuk melatih pemahaman anak-anak akan apa yang mereka baca.

Hal ini terkait dengan minat baca. Sangat disayangkan anak-anak kita hanya segelintir yang memiliki minat baca dari dirinya sendiri. Sering terjadi di kelas, anak akan membaca ketika ada program membaca lima belas menit sebelum belajar. Atau pada waktu kegiatan di pojok baca. Hal ini tidak cukup untuk memelihara minat baca anak-anak, apalagi kita berharap meningkatkan minat baca tersebut. Perlu intervensi lebih dari pihak sekolah seperti menyiapkan buku bacaan yang cukup, buku bacaan yang sesuai usia anak, buku bacaan yang menarik, program satu bulan satu buku, program integrasi antar mata pelajaran, atau pemilihan duta literasi/baca tingkat sekolah sebagai bentuk motivasi.

Upaya meningkatkan minat baca ini harus dibarengi pada lingkungan keluarga. Seharusnya setiap rumah memiliki perpustakaan mini untuk semua anggota keluarga. Atau setidaknya pada setiap ruang keluarga terdapat koleksi buku bacaan. Ini menjadi evaluasi bagi kita sendiri. Sejauh mana peran keluarga ikut meningkatkan minat baca anak-anak kita. 

Lingkungan masyarakat juga harus ambil peran. Melalui Taman Bacaan Masyarakat (TBM) dapat menjadi wadah penunjang juga. Lagi dan lagi, mari kita evaluasi di lingkungan kita sendiri, berapa banyak TBM yang ada? Sejauh mana kita sebagai anggota masyarakat ikut menghidupkan dan mengembangkan TBM tersebut? Kepedulian kita tentu dibutuhkan untuk saling bergandengan tangan demi minat baca anak-anak kita.

Ketiga empowerment atau memberdayakan. Maksudnya ketika anak-anak telah usai membaca suatu bahan bacaan, mereka dapat memberikan saran atau kritik dari bacaan tersebut. Hanya sedikit anak-anak yang memikirkan kembali isi bacaan yang mereka baca. Kebanyakan dari kita hanya sebatas menyelesaikan membaca, tapi kegiatan pasca baca tidak diperhatikan. Selain itu arti dari memberdayakan adalah ketika seseorang telah membaca, dia dapat mempraktikkan isi bacaan tersebut. Hal sederhana saja pada fasilitas umum, sering kita melihat himbauan menjaga kebersihan atau berbagai larangan. Tapi hanya sedikit dari kita yang mempraktikkan imbauan itu dan begitu banyak orang yang melanggar larangan itu, walau mereka dapat membacanya. 

Literasi dapat memberdayakan seseorang, dapat dilihat dari daya bacanya. Ketika seseorang sudah memiliki daya baca yang bagus, tentu ia akan senantiasa dapat memilih dan memilah hal yang benar. Tidak gampang dipengaruhi suatu bacaan, tapi ia akan kritis dan menganalisis bacaan tersebut. Daya baca terkait dengan ketahanan dan pemahaman. Orang yang punya daya baca, ia akan tahan dalam membaca suatu bacaan, walau panjang. Kondisi anak-anak kita saat ini, lebih sering mengeluh ketika kita hadapkan dengan soal yang memiliki teks bacaan yang panjang. Mereka yang memiliki daya baca juga memiliki pemahaman yang baik terhadap yang dibaca. Betapa banyaknya bahan bacaan yang memiliki pesan moral seperti kisah inspiratif orang-orang sukses, legenda, dongeng, cerita rakyat, atau cerita-cerita fabel lainnya. Namun kita harus merefleksikan pada anak-anak yang membacanya, sejauh mana bacaan tersebut dapat mengubah sikap dan karakter anak-anak kita. 

Hal ini tentu menjadi tantangan bagi kita, bagaimana menyiapkan generasi emas 2045 yang kita harapkan itu. Generasi yang literat. Generasi yang mampu menyaring berbagai informasi dari mana saja. 


Febrio Rozalmi Putra, penulis merupakan peserta Lokakarya Menulis Artikel yang diadakan oleh Rumah Baca Mentari sago.

0 komentar:

Posting Komentar