Welcome di Mentari Sago, kumpulan artikel pendidikan dan sastra baik berupa cerpen, puisi dan lain-lain

Tuesday 20 February 2018

Senandung Pelangi

Senandung Pelangi

by. Mulyati Umar

Matahari seakan tersenyum menyambut pagi ini. Burung-burung berkicau merdu menyongsong matahari pagi dari atas perbukitan di belakang dormitoryku. Hawa sejuk perbukitan  sangat terasa membawa suasana hati menjadi tenang dan damai Perusahaan menyiapkan asrama bagi karyawannya yang dikenal dengan dormitory. Dalam saru dormitory dihuni oleh 16 orang karyawan. Kami yang 16 orang  terbagi dalam beberapa shift dan depatemen. Aku tinggal tak jauh dari perusahaan tempat bekerja. Seperti hari biasanya, aku bersiap untuk berangkat kerja di tempat yang baru. Hari ini genap satu bulan aku bekerja sebuah  di perusahaan bonafit di Batam. Bagi orang-orang yang sudah lama di sana, mereka sudah tidak asing lagi dengan perusahaan ini, milik investor Jepang yang berada di kawasan Kawasan Industri Batamindo.
Jam dinding sudah menunjukkan pukul 06.30 WIB, aku sudah siap dengan uniform, tak lupa membawa ID card merupakan tanda pengenal sebagai karyawan di sebuah perusahaan. Aku masuk kerja pukul  tujuh tepat, jadi masih ada waktu setengah jam lagi. Teman lain juga sibuk dengan diri masing-masing. Kuambil sepatu yang terletak di rak, kujinjing dan kuletakkan ke depan pintu. Segera aku balik mengambil perlengkapan sholat yang sudah terletak rapi di atas tempat tidurnya. Di depan tempat tidurnya terdapat tempat tidur Delia, Delia hari ini off, karena besok malam Delia baru masuk kerja, dia kebagian shift malam satu minggu kedepan.  Pagi itu kami sibuk semua karena mau berangkat kerja, Aku berangkat lebih awal, bersama temanku satu kamar bernama Zakiah.
“Zakiah, ayo kita berangkat, sudah siapkan?”
“Udah,” jawab Zakiah.
“Mari Uni , kita berangkat!” Lalu kami pamit dengan teman-teman lain, “Teman-teman, duluan ya.”

Namaku sebenarnya Aisyah, tapi mereka  semua memanggilku uni panggilan buat orang yang lebih tua bagi orang minang. Terlahir dari keluarga sederhana, makanya tamat SMA aku ikut program perekrutan tenaga kerja yang diwadahi oleh Dinas Tenaga Kerja untuk bekerja di perusahaan yang berada di Batam.  Orang tuaku mengajarkan anak-anaknya untuk  taat dalam melaksanakan kewajiban sebagai muslim. Berkat didikan orang tuaku aku bisa menjaga diri diperantauan agar tidak salah dalam pergaulan. Walau baru bekerja aku sudah sudah terbiasa aktif diberbagai kegiatan keagamaan, karena sejak bangku SMA aku sudah aktif di kegiatan rohis di sekolah. Berpenampilan sedikit cuek,  aku termasuk orang yang dan tetap menjaga diriku sebagai seorang muslimah yang taat. Ketika SMP aku membaca buku berjudul JILBAB, pada bagian pertama dalam buku tersebut memuat QS AnNur ayat 31, sejak saat itu aku mulai tertarik untuk berhijab dan mulai memutuskan untuk berhijab saat aku SMA.

***
Bersama Zakiah, aku mulai melangkahkan kaki menyusuri satu persatu anak tangga dari lantai 3 tempat tinggalku, sampai di lantai bawah, dari sana kami berjalan kaki menuju tempat kerja, karena jaraknya tidak begitu jauh. Sepanjang perjalanan kami bercerita berbagai pergalaman kami selama bekerja di tempat yang baru ini dengan orang-orang yang baru. Tak terasa, kami sudah dekat dengan gedung perusahaan, kami masuk lewat gerbang samping yang dijaga oleh dua orang security. Securitynya tersenyum ketika kami masuk, kami menganggukkan kepala sambil membalas senyumnya, securitynya ramah, tak seperti yang dibayangkan orang berwajah sangar.
Karyawan  lain juga mulai berdatangan, dengan seragam yang sama, ada yang paling mengelitik hati orang yang melihat kami. Seperti anak sekolahan, batinku sambil tersenyum. Ribuan orang karyawan dengan uniform disertai jilbab berwarna putih mulai memenuhi halaman gedung dengan langkah bergegas menuju ruang kerja masing-masing. Ingatanku melayang, suatu hari sopir taksi bertanya, “Mbak, di sini karyawannya wajib pake hijab ya.”
“Ngak mas“, jawabku.
Sopir itu berkata lagi, ”Kok rata-rata pakai hijab yang punya muslim dan diwajibkan memakai hijab  ya,” tanyanya heran.
”Ngak kok mas, mereka itu pakai jilbab karena memang sudah panggilan dari hati mereka kali itu khan kewajiban setiap muslimah untuk menutup auratnya, ujarku. Disamping itu di sini ada majlis taklim yang melakukan pengajian rutin setiap minggunya dan kegiatan lain serta dengan sangat giat dalam dakwah”, lanjutku pada sopir taksi.

Sampai di halaman gedung Aku dan Zakiah berpisah, karena bagian kami berbeda, Aku di dept Enggenering, dan Zakiah ditempatkan di Dept Production.
“Zakiah, Ntar sore kita pulang bareng lagi ya, tunggu di koridor bawah”
“Iya,Ni. Asalamu’alaikum,” balas Zakiah.

Aku dengan  langkah bergegas menuju area kerjaku yang ada di lantai tiga melewati tangga belakang gedung, tak lupa membuka sepatu dan menjinjingnya, karen aturan perusahaan tidak diperbolehkan memakai alas kaki dari luar. Sampai di atas segera menuju loker tempat penyimpanan barang-barangku. Mukena yang kubawa tadi kusimpan di sana. Aku menganti sepatuku dengan sepatu khusus yang di sediakan oleh perusahaan.setelah itu ku menuju ke koridor. Di sana sudah ada beberapa teman-temanku satu departemen berkumpul. Aku menghampiri mereka,

”Assalamulaikum.”
“Waalaikumsalam…,” jawab Tari, Selvi, Nanik dan banyak lagi lainnya.
 “Eh…Uni, duduk Un”, sahut Tari.
Mereka asyik ngobrol pagi itu sebelum masuk area kerja. Seperti hari biasanya, kami menunggu instruksi di sini, sampai leadernya datang memberitahukan apa yang mau dikerjakan hari ini. Itulah enaknya bagian Engginering ini, kalau bagian produksi pagi itu udah mulai bekerja kita belum, kita menunggu para Enginer, meeting merancang model apa yang akan dibuat sampel untuk produksi selanjutnya. Itulah  yang kerjaku minggu ini, untuk mengisi waktu kosong, aku sering membawa buku atau majalah, jadi masih bisa mengisi kekosongan dengan memambah ilmu. Hari ini kami di suruh stand by di kantin, menunggu perintah dari enginer apa yang mau di kerjakan.
Sekitar  pukul sepuluh aku dipanggil oleh leader ku Mbak Wita untuk mendampingi enginer yang akan membuat sample produk baru.
”Uni, hari ini kamu akan membantu Mr David dan mas Yudi ya, segera ke area cleanroom.” Area ini adalah area yang bebas dari semua debu,steril dari apapun.  “Iya Mbak.” Balasku.
Aku segera berdiri dan memberi batas bacaanku tadi, dan segera bergegas ke lantai tiga, di mana area tempat kerjaku di sana engenering area. Aku menghampiri lokerku dan mengambil pakaian khusus untuk masuk ruangan cleanroom. Aku memakai pakaian itu di ruangan cleanroom, memakai pakain itu cukup dilapisi diluar dari uniform yang biasa dipakai. Pakaian itu terdiri dari penutup kepala,baju langsung dengan celana seperti pakaian mekanik,kalau sudah selesai memakainya…tahu ngak kayak pakaian anstronot. Setelah selesai memakai pakaian dinasku itu, segera masuk ke tempat kerja, sebelum masuk ke sana harus melewati lorong yang di biasanya kami sebut blower, karean sampai dilorong itu tubuh kita akan dikipas dengan kuat sehingga semua debu yang menempel dibadan hilang. Terus baru keruangan yang bebas debu, tertutup, dingin dan kedap suara. Benar-benar steril lah…area kerjaku.
Sampai di area di depan ada mikroskop dengan dua buah lensa okuler dan objektif, disamping kanan ada sebuah komputer yang dihubungkan dengan sebuah kamera, untuk melihat benda yang sangat kecil. Di situ  sudah ada seorang Enginer, yang berkebangsaan Amerika, David itulah namanya, ia datang hanya sekali tiga bulan untuk uji coba sampel yang dibuatnya, David didampingi oleh seorang enginer  bernama Yudi.  Aku tak begitu mengenal Mas Yudi tapi kata teman-teman, Mas Yudi sudah termasuk enginer berpengalaman yang telah lama bekerja bagian ini. Orangnya berkacamata, itu yang kuketahui. Aku mambantu David itu tugasku hari ini, memasang alat yang sangat kecil sebelum dibuat menjadi sebuah harddisk, ternyata sangat rumit. Setelah di pasang lalu david akan mengecek  jaraknya antara atas dan bawah atau istilahnya  gap up or down. Tak terasa jam sudah menunjukkan pukul 12.30 siang, Aku bilang break dulu untuk lunch. Devid dan Mas Yudi pun setuju, kami berjanji pukul dua mulai lagi.
Aku segera keluar ruangan cleanroom dan membuka pakain kerja tadi, bergegas Aku menuju kantin, tak lupa aku mampir ke loker mengambil gelas, di koridor aku berjumpa dengan teman-teman lain, mereka sudah siap makan siang. Kantinnya terletak di lantai satu, sampai di kantin suasana sudah  agak sepi, aku mengambil nasi,  dengan lauknya ayam goreng, sayuran, ditambah buah, sebuah jeruk. Lalu mencari tempat yang kosong  segera duduk. Tak lama aku duduk dan mulai menyuap makanan yang ada di depanku , tiba-tiba duduk seorang laki-laki tepat dihadapakanku dan juga mau makan siang. Sepintas aku memperhatikannya, dan kembali asyik  makan sendiri.
Laki–laki itu terus memperhatikanku, aku cuek aja, memang begitu adanya, orangnya super cuek, tapi yang membuat aku heran aku ngak pernah melihat ada laki-laki yang berani makan didepan wanita berhijab sepertiku. Biasanya mereka selalu menjaga jarak, dan berusaha untuk menjaga diri dan pandangnya. Tapi yang satu ini berbeda, akupun baru kali ini bertemu dengan ia, orangnya nampaknya juga cuek, santai dan pandang matanya dari tak lepas memperhatikannku, lama-lama aku canggung juga. Aku berpikir siapa orang ini, dari bagian mana? Lelaki itu berkacamata dan satu lagi…yang membuat perasaan dag dig dug, ternyata orang ganteng, wajahnya teduh dan pandangan matanya tajam. sebagai aku seorang wanita, rasa itu akan slalu ada, dan aku selalu berusaha menjauhkan diri dari segala fitnah dan slalu menjaga pandanganku. Tetapi ya Allah… Mengapa orang ini ada dihadapanku? Kupandang lelaki itu, deg…jantungku berdetak, Aku merasakan ada getaran aneh dalam dadaku. Aku termenung…dan seketika tersentak, Astafirullah….Apakah yang kurasakan ini ya Allah…Aku bergegas beranjak dari meja itu dan pergi meninggalkan lelaki yang masih asing bagiku, tapi dada ini masih saja berdebar tak menentu, menghilangkan perasaan aneh yang mulai datang menganggu pikiranku.
Segera aku menuju mushola  yang letaknya di lantai tiga, agak melelahkan juga, kantin berada lantai satu, dan sebenarnya perusahaan telah menyiapkan ruang sholat setiap lantai ada tapi ukurannya kecil, kalau di lantai tiga itu cukup besar.  Aku terbiasa sholat di sana. Setelah mengambil wuhdu, segera sholat Zhuhur karena sebentar lagi   akan kembali bekerja membantu enginer David. Setelah selesai sholat, perasaanku mulai tenang dan tertata lagi dengan baik. Aku melipat mukena dan memasukkannya ke dalam tas kecil yang untuk tempat mukena.
Segera akupun berlalu dan menuju pintu mushola, sampai diluar ku ambil sepatu yang tersusun rapi di rak. Deg…laki-laki tadi juga siap sholat dan ada di sampingku. Ia tersenyum memandang kearahku, aku tertunduk dan berusaha menjaga perasaanku yang mulai kembali berdebar-debar. Apakah yang kurasakan ini? Kenapa dengan laki-laki ini yang tak kukenal, siapa dia yang membuat hatiku dag dig dug tak karuan. Apakah ini yang dinamakan jatuh cinta? Selama ini tak pernah merasakan dadaku berdegup kencang seperti ini. Tapi siapakan laki-laki ini yang membuatku merasakan hal seperti ini.
Apakah ini hanya nafsu atau memang rasa itu ada yang diberikan Allah kepada semua hambaNya. Hatiku galau. Getar nada-nada indah itu makin kuat dihatiku. Ya Allah inikah namanya cinta? Aku tak tahu. Setelah selesai memakai sepatu segera kuberanjak pergi menuju areaku bekerja.

##
Setelah dua minggu sejak kejadian itu, aku mulai sering bertemu dengannya, baik di kantin waktu lunch atau waktu jam sholat, tapi aku mulai bisa menata hatiku. Aku memang selalu menjaga sikap dan tingkah laluku menjadi seorang muslimah yang baik, dalam Islam tidak ada mengenal kata pacaran, tapi kalau perasaan ini ada kata murabbiku itu normal namanya manusia, tapi sebatas mana kita mampu menahannya itu yang menjadikan kita mulia disisi Allah SWT. Aku pernah membaca buku tentang kecintaan orang-orang sufi. Disana tertulis bagi siapa yang bisa menahan dari gejolak rasa cinta, apabila ia mati, maka matinya dalam keadaan syahid. Aku selalu berusaha untuk itu dan kalau Allah memang mentakdirkan itu akan menjadi jodoh kita akan dimudahkannya dengan cara yang baik.
Siang ini aku ada tugas lagi dengan David dan Mas Yudi diareaku bekerja melanjutkan proyek kemaren. Setelah berapa lama waktu sudah menunjukkan pukul 3.30 menit, aku minta izin sama David dan mas Yudi  untuk melaksanakan sholat ashar. Segera aku meninggalkan area kerjaku dan menuju ruang ganti. Dengan langkah tergesa-gesa ku menuju ruang sholat. Selesai sholat kembali ke area kerjaku. Diruang ganti aku bertemu lagi dengan lelaki berkacamata itu. Ia tersenyum. Aku segera memakai pakain khusus dan  segera masuk ke line area kerjaku meninggalkan laki-laki berkacamata tadi. Sampai di line area yang ada hanya ada David, mas Yudi belum kelihatan mungkin mas Yudi lagi sholat pikirku. Selang tak berapa lama mas Yudi muncul dan kamipun mulai bekerja.

***
Sore pulang dari kerja, Zakiah memberikan sebuah surat padaku.
Uni, ini ada titipan surat, Zakiah menjurukkan tangannya sambil memberikan amplop putih.
“surat apa ini Kiah, balasku.
Nanti aja sampai dirumah kita balas ya un,”timpa Zakiah.
Sepanjang perjalanan kami banyak diam, aku tak habis pikir ini surat siapa dan maksudnya apa ini. Zakiah seakan enggan untuk mebahasnya dalam perjalanan.

***
Seteleh sholat magrib, Zakiah menghampiriku.
Ia menceritakan tentang abangnya, yang juga bekerja di bagian yang sama denganku. Namanya Aditya, surat yang dikasih ke aku tadi ternyata dari Aditya, selama ini Zakiah tak pernah menceritakan punya abang yang bekerja di bagian yang sama denganku.
“Un, coba baca dulu ya, apa yang disampaikan abangku dalam suratnya.” Pinta Zakiah.
Setelah itu Zakiah beranjak dari hadapanku.
Surat itu kuambil dan kuamati, apa maksud semua ini, aku masih binggung, sambil membolak balik amplop surat tersebut.
Kusobek pinggir amplop, kutari lembaran kertas putih yang ada di dalamnya, kubuka dan mulai kubaca.
Bait demi bait ku pahami maksud dari surat yang di tulis bang Aditya kepadaku. Mataku terpana, pada paragraf dibawah dalam surat itu ia memintaku untuk menjadi pendamping hidupnya. Hariku bingung, bimbang, ragu, sosok yang tak pernah ku kenal, menyatakan keinginannya padaku. Kupandang dan kubaca lagi surat tersebut, bahasanya sangat halus, sopan dan kata-katanya tertata dengan rapi, sehingga mudah untuk di pahami….tapi, untuk menjadi pendamping hidupnya. Sampai saat ini belum terpikir olehku untuk menjalin hubungan dengan lawan jenis. Tapi Bang Aditya dengan terus terang melamarku, dan bersedia menemui orang tuaku di Padang.
Tak bisa kumembuat keputusan pada saat ini. Biarlah waktu yang menjawabnya. Akhirnya kupasrah sama takdirku. Surat dari bang Aditya belum bisa kuberi jawaban.
Pada zakiah ku pesankan bahwa aku belum bisa memberikan jawaban untuk saat ini. Alhamdulillah Zakiah maklum. Aku ingin istiqorah dulu ya Zakiah, jadi untuk saat ini tak bisa ku beri keputusan.

Saat ini hatiku galau abis, bang Aditya datang dengan lamarannya, sedangkan sosok misterius yang slalu mengangguku dalam beberapa bulan ini juga membuat aku binggung.
Kenapa dengan aku, Ya Allah…berikanlah petunjukMu.

***
 Waktu berlalu, tak terasa sudah tiga bulan sejak surat dari bang Aditya, jawaban belum bisa kuberikan. Syukur Zakiah tak pernah membahas masalah itu lagi. Akupun mulai tenang, sekarang aku saibuk dengan dengan pekerjaanku. Karena produk yang kukerjakan beberapa bulan ini dengan Mr David dan mas Yudi, berhasil. Aku senang sekali, bisa ikut bergabung dengan Mr David, dalam membuat sampel produk yang akan di produksi. Dari cerita supervisor dan leaderku dalam minggu ini akan masuk ke bagian produksi.  Kalau sudah masuk bagian produksi unutk beberapa minggu kedepan kami bisa santai.” wow, sukses,” ujar mas Yudi.

Tak terasa sudah pukul lima sore waktunya pulang kerja. Aku siap-siap untuk keluar line area. Mas Yudi juga ikut keluar, biasanya mas Yudi pulang lebih lama, namun hari ini mas Yudi keluar dari line area barengan denganku. Mungkin produk yang dibuat sukses untuk masuk bagian produksi jadi mas Yudi juga bisa keluar dari sana cepat, pikirku. Sampai diruang ganti, aku mengantung pakaian khusus disebelah kanan dari pintu keluar.  Tiba-tiba dibelakang ku dengar suara mas Yudi memanggilku.
“Aisyah.” 
“Ya, mas. Ada yang bisa  dibantu?” Sahutku sambil membalikkan badan. Spontan aku terkesima. Deg! Betapa terperangahnya aku, ternyata laki-laki berkacamata yang selama ini mengganggu pikiranku, tak asing lagi, adalah Mas Yudi. Selama ini aku memang tidak mengenal wajah mas Yudi, karena di line area yang tampak hanya mata. Mas Yudi menghampiriku, setika jantungku seakan  mau copot, wajahku terunduk. Ternyata Enginer yang beberapa minggu ini slalu berkerjasama denganku dan David.
“Ngak ada, cuman selama beberapa bulan ini kita sibuk bekerja, dan tak saling mengenal kalau di luar area, padahal kita sering jumpa diluar.” ujar mas Yudi.
“Ia mas,”
Hatiku masih dagdigdug, kucoba untuk bersikap setenang mungkin. Ya Allah…yang mengetahui segala yang ada dalam hati, lindungilah hambamu dari segala fitnah, batinku.
Oh iya,mas, aku balik duluan ya, Assalamualaikum…” ucapku sambil berlalu dari hadapan mas Yudi dengan langkah bergegas.

***
Malam habis isya aku asyik membaca Annida, yang baru kudapat tadi siang dari mbak Tari, divisi Usaha majlis taklim di perusahaan. Kuambil bantal dari kuletakkan tegak didinding kamar dormitoryku, aku segera bersandar, majalah Annida edisi ini sangat kutunggu-tunggu, penasaran dengan kelanjutan kisah Eni, Rini, Butet di Pesantren Impian karya Asma Nadia.
Tengah asyik membaca Zakiah memanggilku.
“Un, yang ingin ketemu,”
“Siapa Kiah,” sahutku
Tak berselang lama Zakiah muncul dihadapanku.
Ayo Un!
Siapa emangnya, kok kayaknya penting kali, balasku sambil malas-malasan. “Abangku diluar mau ketemu, sebentar aja,” pinta Zakiah.
Rada malas aku mengambil jilbab dan keluar ditemani Zakiah, menemui abangnya Bang Aditya.

Sampai diluar, Zakiah berujar,” bang, ini  Aisyah.
Bang Aditya membalikkan badannya. “Mas Yudi,” sahutku kaget.
Deg! Hatiku tak karuan, orang yang selama ku kenal ternyata abangnya Zakiah.

“Iya, nama abangku Yudi Aditya.” celoteh zakiah, sambil tersenyum sama Bang Aditya yang tak lain adalah Mas Yudi…. ( Mulyati Umar, Januari 2012).

0 comments:

Post a Comment